Jumat, 19 Desember 2014
Jumat, 22 Agustus 2014
CERPEN TEMA LINGKUNGAN
SUNGAI BERSIH, BANJIR PUN PERGI
Pada siang hari, di sebuah hutan yang sangat lebat terdapat
rumah tua, rumah itu tidak ada penghuninya dan terlihat sungai yang cukup besar
di dalamnya namanya Sungai Cikeas. Hutan tersebut selalu di tutupi pohon-pohon
besar. Sungainya pun airnya sangat jernih dan menyegarkan, sangat indah untuk
di lihatnya.
Pada suatu hari, terdengar bahwa sebentar lagi di pinggir
hutan akan di bangun sebuah pabrik besar, pabrik pengolah bahan-bahan industri.
Pabrik tersebut rencananya akan di bangun tepat menghadap depan sungai Cikeas.
Para penghuni hutan sangat terkejut mendengar kabar tersebut, terutama Pak
Diyan yang sering menjelajah hutan itu. Ia berpikir bahwa nantinya pabrik
industri tersebut akan membuang limbah-limbah hasil olahannya. Jika itu
terjadi, kelangsungan hidupnya akan terancam. Ia tidak ingin sampai hal itu
terjadi.
Sungai Cikeas terasa sejuk karena di atas hutan terdapat
pohon-pohon yang di tanami oleh Pak Diyan dan Pak Joko, mereka adalah laki-laki
rajin yang sering membersihkan hutan dan ia di perintahkan oleh Pak Sakti
pemilik hutan itu, supaya tetap menjaga kebersihan hutan tersebut. Suatu hari,
Pak Joko berencana untuk mengunjungi sungai. Ia ingin bertemu dengan Pak Diyan.
Karena sudah beberapa hari tidak bertemu. Pak Joko pun jarang pergi ke hutan
itu, karena ia sakit dan kondisinya pun sudah tua.
Setelah menelusuri hutan lebat. Pak Joko bertemu dengan Pak
Diyan di pinggir sungai. Kemudian mereka saling berbincang-bincang. Pak Diyan
pun bercerita tentang keadaan yang sedang ada di hutan saat ini, masalah yang
di hadapi berkaitan dengan akan di bangunnya pabrik industri yang letaknya di
pinggir sungai. Pak Diyan sangat khawatir dengan dengan hal seperti ini dan ia
tidak tahu apa yang harus dilakukannya, karena Pak Sakti marah apabila sampai
ada pembangunan pabrik industri. Pak
Joko pun mendengarkannya karena ia tidak tahu yang sedang terjadi di hutan ini.
Pak Diyan meminta solusi kepada Pak Joko. Namun, Pak Joko dimintai solusi ia
merasa ketakutan mendengar cerita Pak Diyan. Pak Diyan pun bertanya kepada Pak
Joko mengapa ia merasa ketakutan setelah mendengar cerita Pak Diyan. Katanya
Pak Joko merasa khawatir jika pabrik itu di bangun, pabrik tersebut akan
mengganggu kesehatan dan akan mengeluarkan asap berpolusi yang akan mencemari
udara. Asap tersebut akan merusak dirinya dan semua penghuni hutan.
Tidak terasa sudah pukul lima sore, mereka belum menemukan
solusi masalah yang mereka hadapi. Namun, mereka berdua kembali ke atas hutan
karena hujan turun dengan derasnya dan mereka pulang ke rumah masing-masing.
Pak Diyan dan Pak Joko telah sepakat untuk meneruskan pembicaraan keesokan
harinya.
Keesokan harinya, pukul enam pagi, pak Joko yang awal datang
ke hutan itu, tidak lama kemudian
setelah Pak Joko duduk di bawah pohon besar ternyata Pak Diyan datang
menghampirinya karena mereka ingin melanjutkan pembicaraan yang terpotong kemarin.
Belum sempat mereka berbicara, tiba-tiba terdengar orang yang sedang berjalan
ke arah mereka, tanpa mereka melihat ke arah belakang. Ternyata yang datang
adalah Pak Sakti dan putranya bernama Bisma. Ia melihat keadaan hutan. Pak
Sakti memanggil Pak Diyan dan Pak Joko, mereka berdua segera menemui Pak Sakti.
Pak Sakti pun mengajak mereka untuk pergi ke pinggir hutan. Setelah sampai di
pinggir hutan Pak Sakti sangat terkejut dan ia tidak percaya apa yang di
lihatnya, ia melihat truk besar yang ada di sana. ia juga melihat banyak
pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan alat-alat dan sebagainya. Nampaknya
mereka ingin membangun sesuatu di pinggir hutan itu.
Pak Diyan dan Pak Joko sangat ketakutan, ia menceritakan
tentang rencana pembangunan pabrik besar di pinggir hutan di ceritakannya
kepada Pak Sakti. Jantungnya berdetak, dan wajanya memucat. Kemudian Pak Sakti
dan putranya memutuskan untuk pergi dari hutan itu, ia tidak percaya apa yang
telah di katakan oleh Pak Diyan dan Pak Joko.
Sudah hampir dua bulan pabrik itu berdiri. Pak Diyan dan Pak
Joko semakin khawatir saja. Tidak lama kemudian mereka mengabari teman-temannya
untuk datang ke hutan dan mereka memberikan solusi. Mereka tidak tahu harus
berbuat apa, mereka hanya menunggu apa yang akan terjadi untuk selanjutnya.
Keesokan harinya Jemi adalah anaknya Pak Joko. Ia sedang
berjalan di sekitar pabrik tiba-tiba ia terkejut melihat di pinggir sungai
banyak tumpukan sampah dan kayu-kayu sisa pembangunan terapung di sungai.
Terlihat sangat kotor dan berbau menyengat sehingga dapat mengganggu pernapasan
manusia. Ia segera pulang ke rumah untuk memberitahukan apa yang terjadi di
hutan.
Sesampainya di rumah, Jemi segera memberitahu Pak Joko, ia
melihat dengan jelas bahwa para pekerja pabrik membuang sampah dengan seenaknya
saja. Kebetulan di rumah Jemi sedang ada pak Diyan dan teman-temannya. Segera
mereka berbicara untuk mengatasi masalah ini.
Pukul satu siang, semua berkumpul di hutan. Setelah semuanya
datang Pak Sakti dengan muka serius menerangkan semua masalah yang mungkin akan
mengancam kehidupan hutan. Semua dengan tenang mendengarkan Pak Sakti berbicara
semuanya mengelurakan ide-ide. Namun, semuanya hampir putus asa dan merasa
bingung.
Namun, lain halnya dengan Jemi, ia cukup cerdik untuk
menyelesaikan masalah ini. Sejak tadi, terlihat sangat santai tanpa
mengeluarkan pendapat. Hari sudah sore, saat semua terlihat bingung tiba-tiba
Jemi angkat tangan, sepertinya ia ingin mengeluarkan pendapat.
“Selamat sore bapak-bapak…..” Jemi berkata.
“Kita memang sedang di hadapkan pada masalah yang sangat sulit,
kita semua tidak boleh panik ataupun merasa takut, kita harus menyelesaikan
masalah ini dengan baik, saya punya usul, apakah bapak-bapak setuju membuat
bencana dan merusak pabrik yang sudah di bangun?” tanya Jemi.
“Apa maksudmu membuat bencana?” tanya Pak Sakti.
“Maksudku adalah membuat bencana banjir agar pembuatan
pabrik tidak bisa di lanjutkan.” jawab Jemi.
“Bagaimana caranya nak?” tanya Pak Sakti.
“Raja, untuk masalah seperti ini Raja bisa menyerahkan
semuanya kepada kami dan Pak tinggal menunggu hasilnya saja.” kata Jemi
menjawab dengan tenang.
“Apakah benar itu semua?” tanya Pak Sakti.
“Benar Pak, kami akan menyelesaikan dan menyelamatkan hutan
ini” jawab Jemi, berbicara dengan yakin.
“Saya akan menyerahkan kepada kalian semua. Apakah semuanya
siap?” tanya Pak Sakti.
“Siiiaaaapppp,,,,,,” jawab serentak.
Pada pagi
harinya, semua para penghuni hutan kembali untuk melaksanakan rencana Jemi dan
semua orang yang datang membagagi-bagi tugas masing-masing. Pertama bekerja
adalah Jemi, ia dengan beberapa orang pergi ke pembangunan pabrik dan sungai.
Tiba-tiba hujan pun turun. Semakin lama hujan turun semakin lebat.
Semua
orang yang berada di pabrik panik. Air sungai meluap dan mulai menggenangi area
pabrik, bahan-bahan bangunan belum sempat di selamatkan sudah hancur terbawa
arus sungai. Para pekerja tidak berani menyelamatkan alat-alat yang hanyut
karena terbawa arus sungai yang sangat deras.bukit-bukit mulai melongsorkan
tanah. Semua alat tidak bisa digunakan lagi. Bangunan pabrik hampir jadi, setelah
turun hujan yang sangat deras, kini sudah rata dengan tanah.
Para
pekerja sangat kebingungan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Mereka
hanya melihat bangunan yang mereka baru saja bangun sudah hancur. Mereka tidak
tahu apakah ini akan dilanjutkan atau tidak. Mereka menunggu keputusan dari
bos.
Hujan pun
turun, mereka terlihat sangat sedih, kesal dan juga marah. Para pekerja pergi
dari tempat pembangunan pabrik dan meninggalkan semua alat perlengkapan.mereka
segera melapor apa yang baru saja terjadi di hutan.
Keesokannya,
Raja Sakti mengumpulkan orang yang telah membuat. Pak Sakti ingin
berterimakasih kepada semuanya karena telah berhasil menyelamatkan hutan dan
pemcemaran limbah pabrik industri. Semua terlihat sangat senang dan bahagia.
Kini pembangunan pabrik di hutan tidak di lanjutkan lagi. Hutan bebas dari
ancaman polusi dan limbah pabrik. Semua penghuni hutan menjalani kehidupan
seperti biasanya dan mereka hidup dengan tenang
Langganan:
Postingan (Atom)